Aspirasi Siswa tentang UN Melalui Diskusi Terarah

Berita Pendidikan | Perubahan fungsi ujian nasional (UN) yang tidak lagi sebagai penentu kelulusan mendapat respons beragam dari peserta didik. Tingkat pemahaman para peserta didik terhadap fungsi UN tahun inipun beragam.

Sebelum fungsi penentu kelulusan dihapus, peserta didik menganggap UN adalah sesuatu yang menakutkan. Tapi dalam diskusi yang berlangsung di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Sabtu (14/02/2015) ini, 40 siswa-siswi kelas tiga SMP, SMA dan SMK di Jakarta ini saling berbagi dan menyampaikan aspirasinya.

Diskusi yang dibuka oleh plt. Kepala Pusat Informasi dan Humas Ari Santoso tersebut berbentuk forum diskusi terarah. 40 peserta didik ini dibagi menjadi enam kelompok yang terdiri atas delapan atau sembilan orang. Mereka mendikusikan berbagai hal yang menyangkut UN. Mulai dari pengertian UN, pengalaman mengikuti UN, hingga manfaat UN.

Aspirasi Siswa tentang UN Melalui Diskusi Terarah


Setelah diskusi sesi pertama yang berlangsung selama 20 menit, perwakilan masing-masing kelompok akan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Menurut salah satu kelompok, UN adalah hal yang menegangkan. Hal ini dikarenakan mengikuti UN adalah suatu keharusan atau kewajiban. Dari UN yang pernah diikuti, para peserta diskusi ini memiliki pengalaman beragam. Mulai dari pengawas yang lengah sehingga mereka bisa berbuat curang hingga ketahuan menyontek saat UN.


Dari sisi manfaat, sebagian besar peserta menganggap UN adalah tolok ukur kemampuan siswa. Selain itu, UN juga berfungsi sebagai bahan evaluasi pembelajaran bagi guru, sekolah, juga pemerintah. "Dengan UN, dapat terlihat indikator nilai secara nasional," tuturnya.

Dan setelah perwakilan dari enam kelompok tersebut presentasi, Suprananto, narasumber dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud menjelaskan beberapa hal perubahan dalam UN tahun ini. "Jadi ada tiga hal yang berubah, yaitu tidak lagi menentukan kelulusan, SKHUN yang lebih deskriptif, dan ada sekolah yang menjadi percontohan untuk UN online," kata Suprananto.

Suprananto menyebutkan, untuk UN online atau yang menggunakan komputer, tahun ini akan melibatkan 500-700 sekolah. Seleksi terhadap sekolah-sekolah tersebut akan dilaksanakan minggu depan.

Usai mendengarkan paparan narasumber, para peserta didik ini kembali berdiskusi membahas persiapan apa saja yang dilakukan dalam menghadapi UN, peranan orang tua, guru dan sekolah bagi siswa yang menjalankan UN, dan pendapatnya tentang perubahan UN.

Kelompok 2 adalah kelompok yang pertama melakukan presentasi. Kelompok ini melihat dukungan orang tua dan guru semestinya lebih kepada dukungan moral agar mereka siap menghadapi UN.

Selain itu, guru juga diharapkan dapat memberi pendalaman materi agar peserta didik bisa lebih paham terhadap materi yang diajarkan. Dan yang paling penting, kata dia, kesiapan diri sendiri dalam melaksanakan ujian. "Jangan sampai karena UN tidak lagi menentukan kelulusan malah mengendurkan semangat," katanya.

Dari sisi perubahan UN, hampir semua siswa setuju bahwa UN tidak lagi jadi penentu kelulusan. Hanya saja untuk UN online mereka mengkhawatirkan hal-hal teknis yang bisa mengganggu saat ujian berlangsung. Menjawab kekhawatiran tersebut, Suprananto mengatakan, sistem yang dibuat untuk UN online ini telah dirancang sedemikan rupa. "Dalam merancang sistem ini kita menggandeng para hacker untuk ikut menguji ketahanan sistem, jadi semoga bisa diminimalkan kesalahan-kesalahan tersebut," katanya.
Powered by Blogger.